Analisis Kritis terhadap Moderasi Beragama dalam Upaya Pengembangan Perdamaian dalam Konteks Kemajemukan Agama

Authors

  • Herman Bakti Manullang Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta

DOI:

https://doi.org/10.21460/aradha.2025.51.1362

Keywords:

religious moderation, peacebuilding, religious pluralism, freedom of religion or belief, critical analysis, moderasi beragama, pengembangan perdamaian, kemajemukan agama, kebebasan beragama atau berkeyakinan, analisis kritis

Abstract

Abstract
This article critically analyzes the concept of religious moderation, which has become one of the Indonesian government’s strategic policies for peacebuilding within the context of religious pluralism. The ongoing religious conflicts that haunt the nation, coupled with state initiatives to manage diversity and the tensions between religious moderation and freedom of religion or belief, are key issues discussed in this article. The author employs qualitative research methods and conducts a literature study to gather data, including analyzing the book of Moderasi Beragama, published by the Ministry of Religious Affairs, which conceptualizes this idea. Further
analysis is conducted on other relevant references, including literature on freedom of religion and belief, peacebuilding in religious pluralism, and related issues. The findings reveal that religious moderation, with its strengths, such as fostering a middle-path approach to religious expression (active moderation rather than passive), rejecting extremism and violence, and promoting inclusive religious texts, offers opportunities to support peacebuilding in the context of religious pluralism when implemented based on universal humanitarian values. By embracing tragedy, the victims transform into weavers of peace. However, the concept also faces critical challenges, including potential violations of freedom of religion or belief, as well as conceptual and practical limitations in addressing the root causes of complex religious conflicts. These include social injustice, poverty, restricted freedoms, lack of access to education, discriminatory regulations, and various structural dimensions, which are the main drivers of conflict. Therefore, reconceptualizing and recontextualization of religious moderation are necessary to transform it into a solution rather than merely an illusion.

Abstrak
Artikel ini menganalisis secara kritis gagasan moderasi beragama, yang telah menjadi salah satu kebijakan strategis pemerintah Indonesia dalam upaya pengembangan perdamaian dalam konteks kemajemukan agama. Konflik keagamaan yang terus menghantui bangsa Indonesia dan inisiatif negara dalam mengelola keberagaman serta ketegangan antara moderasi beragama dengan kebebasan beragama atau berkeyakinan juga menjadi isu menarik yang dibahas dalam artikel ini. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dan melakukan studi kepustakaan (analisis literatur) untuk pengumpulan data, termasuk menganalisis buku Moderasi Beragama yang diterbitkan oleh Kementerian Agama, yang merumuskan gagasan tersebut secara konseptual. Analisis juga dilakukan terhadap referensi-referensi lain yang relevan, termasuk literatur tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan, perdamaian dalam konteks kemajemukan agama serta isu-isu terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa moderasi beragama, dengan kelebihan yang dimilikinya seperti ekspresi keagamaan yang berdimensi ke jalan tengah (moderat yang aktif, bukan pasif), penolakan terhadap ekstremisme dan kekerasan, serta penggunaan teks-teks agama yang inklusif, apabila diimplementasikan dengan berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan yang universal, membuka peluang dan mendukung upaya pengembangan perdamaian dalam konteks kemajemukan agama. Namun gagasan ini juga menyimpan catatan kritis, di antaranya potensi pelanggaran terhadap kebebasan beragama atau berkeyakinan, serta keterbatasan konseptual dan praktikalnya dalam menangani akar konflik keagamaan yang kompleks, seperti ketidakadilan sosial, kemiskinan, pembatasan kebebasan, rendahnya akses pendidikan, peraturan yang diskriminatif, dan berbagai dimensi struktural lainnya, yang justru merupakan bahan bakar utama terciptanya konflik. Oleh karena itu, perlu reconceptualizing dan rekontekstualisasi moderasi beragama, sehingga bisa menjadi solusi, bukan sekedar ilusi.

Downloads

Download data is not yet available.

Downloads

Published

2025-04-30