Eksistensi dalam Klik: Fenomena “Apapun Demi Konten” dalam Perspektif Homo Digitalis Budi Hardiman
DOI:
https://doi.org/10.21460/aradha.2025.51.1419Keywords:
homo digitalis, digital exploitation, digital ethics, eksploitasi digital, etika digitalAbstract
Abstract
The digital age has brought about fundamental changes in the way humans interact, communicate and express their existence. Social media such as TikTok and YouTube have become the main spaces for individuals to build their digital identities, often prioritizing engagement and economic benefits over ethical considerations. Based on Budi Hardiman’s philosophical perspective, this paper examines how digital existence not only affects human identity, but also fundamentally shapes their mindset and behavior. The concept of Homo Digitalis shows how humans are now increasingly controlled by technology, not just using it. The phenomenon of “anything for
content” in the case of online begging & child exploitation trends reflects an over-reliance on digital technology to gain popularity and profit, which often unwittingly ignores ethical and social aspects. Through Budi Hardiman’s four strategies for structuring digital communication, it is hoped that social media will not only become a tool for entertainment and monetization, but also a means to build better social awareness and human values.
Abstrak
Era digital telah membawa perubahan mendasar dalam cara manusia berinteraksi, berkomunikasi, dan mengekspresikan eksistensinya. Media sosial seperti TikTok dan YouTube menjadi ruang utama bagi individu untuk membangun identitas digital mereka, sering kali mengutamakan engagement dan keuntungan ekonomi dibandingkan pertimbangan etis. Berdasarkan perspektif filsafat Budi Hardiman, tulisan ini mengkaji bagaimana eksistensi digital tidak hanya memengaruhi identitas manusia, tetapi juga membentuk pola pikir dan perilaku mereka secara fundamental. Konsep Homo Digitalis menunjukkan bagaimana manusia kini semakin dikendalikan oleh teknologi, bukan sekadar menggunakannya. Fenomena “apapun demi konten” dalam kasus tren
mengemis online & eksploitasi anak mencerminkan ketergantungan berlebihan pada teknologi digital untuk meraih popularitas dan keuntungan, yang seringkali tanpa disadari mengabaikan aspek etis dan sosial. Melalui empat strategi penataan komunikasi digital oleh Budi Hardiman, diharapkan media sosial tidak hanya menjadi alat hiburan dan monetisasi, tetapi juga sarana untuk membangun kesadaran sosial dan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih baik.