Beyond Boundaries: Mengundang yang Terpinggirkan ke Meja Perjamuan (Tafsir Lukas 14:12-14 melalui Perspektif Disabilitas)
DOI:
https://doi.org/10.21460/aradha.2025.52.1422Keywords:
disability, inclusive theology, biblical perspective, marginalization, disabilitas, teologi inklusif, perspektif Alkitab, marginalisasiAbstract
Abstract
Persons with disabilities continue to face various forms of discrimination and social exclusion, including limited access to education, employment, healthcare services, and participation in religious communities. Deeply rooted societal stigma often leads to their marginalization and devaluation. In the context of Christian theology, biblical texts have often been interpreted either literally or metaphorically in ways that associate disability with sin, lack of faith, or a condition that needs healing. Such interpretations reinforce the exclusion of persons with disabilities within churches and society. This study aims to interpret Luke 14:12-14 through the lens of disability theology to foster a more inclusive understanding. The findings indicate that a theological perspective on disability can serve as a foundation for churches and society to create a more just and inclusive environment, removing structural barriers that hinder the full participation of persons with disabilities in social and religious life.
Abstrak
Penyandang disabilitas masih menghadapi berbagai bentuk diskriminasi dan pengucilan sosial, baik dalam akses terhadap pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, maupun partisipasi dalam komunitas keagamaan. Stigma yang mengakar dalam masyarakat sering kali menyebabkan mereka terasing dan kurang dihargai. Dalam konteks teologi Kristen, teks-teks Alkitab sering kali ditafsirkan secara literal maupun metaforis dengan kecenderungan memandang disabilitas sebagai akibat dosa, kurangnya iman, atau kondisi yang perlu disembuhkan. Pemahaman ini memperkuat marginalisasi penyandang disabilitas dalam gereja dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menafsirkan teks Lukas 14:12-14 melalui perspektif disabilitas guna membangun pemahaman yang lebih inklusif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perspektif teologi disabilitas dapat menjadi landasan bagi gereja dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang lebih adil dan inklusif, serta menghapus hambatan struktural
yang menghalangi partisipasi penuh penyandang disabilitas dalam kehidupan sosial dan keagamaan.