Gembira Karena Bebas: Berteologi Kontekstual Orang Tionghoa Kristen di Indonesia dalam Memaknai Perayaan Imlek

Authors

  • Florencia Paramitha Hapsari Hendra Sutanto Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta

DOI:

https://doi.org/10.21460/aradha.2024.42.1325

Keywords:

Chinese Christians, Contextual Theology, theology of joy, Chinese new year celebration, orang Kristen Tionghoa, teologi kontekstual, teologi sukacita, perayaan Imlek

Abstract

Abstact
The contextualization of theology is a crucial approach to presenting a relevant understanding of faith within specific social, cultural, and historical contexts. Contextual theology, as emphasized by Stephen B. Bevans, integrates tradition with present realities to produce dynamic and transformative faith reflections. In the Asian context, theology often responds to the realities of suffering, such as poverty and oppression. However, the author argues that faith reflection should not solely focus on suffering but must also create space for joy as an expression of gratitude for liberation. Employing an anthropological model, this paper explores how the Chinese Christian community in Indonesia interprets the celebration of Chinese New Year as a symbol of cultural liberation, reflecting the integration of Christian faith with local traditions. The paper also highlights the paradox where the freedom of faith is often constrained by doctrines that marginalize cultural identities. Drawing from personal experiences as a Chinese descendant living during the New Order and Reformasi eras, the author reflects on how joy and happiness can serve as significant theological responses to social and cultural challenges. This paper seeks to address questions regarding the interconnection between faith, culture, and joy in Christian life, particularly for the Chinese
Christian community in Indonesia.

Abstrak
Kontekstualisasi teologi merupakan pendekatan yang penting untuk menghadirkan pemahaman iman yang relevan dalam konteks sosial, budaya, dan sejarah yang spesifik. Teologi kontekstual, sebagaimana ditekankan oleh Stephen B. Bevans, mengintegrasikan tradisi dengan realitas masa kini untuk menghasilkan refleksi iman yang dinamis dan transformatif. Dalam konteks Asia, teologi sering kali merespons realitas penderitaan seperti kemiskinan dan penindasan. Namun, penulis berargumen bahwa refleksi iman tidak hanya berpusat pada penderitaan, tetapi juga harus membuka ruang bagi sukacita sebagai bentuk syukur atas pembebasan. Dengan menggunakan model antropologis, paper ini mengeksplorasi bagaimana komunitas Tionghoa Kristen di Indonesia memaknai perayaan Imlek sebagai lambang pembebasan budaya yang mencerminkan integrasi iman Kristen dengan tradisi lokal. Paper ini juga menyoroti paradoks di mana kebebasan iman sering kali dibatasi oleh doktrin yang meminggirkan identitas budaya. Berdasarkan pengalaman pribadi sebagai keturunan Tionghoa yang hidup di era Orde Baru dan Reformasi, penulis merefleksikan bagaimana sukacita dan kebahagiaan dapat menjadi respons teologis yang signifikan dalam menghadapi tantangan sosial dan budaya. Paper ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai keterhubungan iman, budaya, dan sukacita dalam kehidupan Kristen, khususnya bagi komunitas Tionghoa Kristen di Indonesia.

Downloads

Download data is not yet available.

Downloads

Published

2025-01-06