Perempuan dalam Lingkaran Terorisme: Agen Kekerasan atau Agen Perdamaian?
DOI :
https://doi.org/10.21460/aradha.2023.32.1115Mots-clés :
women, terrorism, agents, violence, peace, perempuan, terorisme, agen, perdamaian, kekerasanRésumé
Abstract
Women have a lot of potential within them both strategically in acts of violence or in peace movements. Life as a human being who has always been subordinated to men from time to time has become a characteristic of women's life in living a life of religion, living in culture and customs, and living as a human being who can give birth to a new human being from his womb. However, all of these aspects actually legitimize and place the position of women as weak persons so that their lives must be managed as a whole. The emergence of women as agents of violence in acts of terrorism has become a sharp focus of society. Then the question arises, what is the problem if women become agents of violence? So far, women's experiences related to conflict resolution and post-conflict reconciliation have received less attention. Whereas women have a unique potential in maintaining and creating peace. This potential can only be owned by women who have awakened in a critical and positive awareness. The role of female characters in the Bible can be a source of inspiration for women to become agents of peace without fighting violence with violence.
Abstrak
Perempuan memiliki banyak potensi di dalam dirinya baik itu yang bersifat strategis baik dalam aksi kekerasan atau pun dalam gerakan perdamaian. Hidup sebagai manusia yang senantiasa dinomorduakan setelah kaum laki-laki dari masa ke masa menjadi ciri khas kehidupan kaum perempuan dalam menjalani hidup di dalam hidup beragama, hidup berbudaya dan adat istiadat, dan hidup sebagai insan yang dapat melahirkan manusia baru dari rahimnya. Namun, keseluruhan aspek tersebut justru melegitimasi dan menempatkan posisi perempuan sebagai oknum yang lemah sehingga hidupnya harus diatur secara keseluruhan. Tampilnya perempuan sebagai agen kekerasan dalam aksi terorisme menjadi sorotan tajam masyarakat. Lalu muncul pertanyaan, apa masalahnya apabila perempuan menjadi agen kekerasan? Selama ini pengalaman perempuan yang terkait dengan penyelesaian konflik maupun rekonsiliasi pasca konflik malah kurang mendapat banyak perhatian. Padahal perempuan memiliki potensi yang unik dalam memelihara dan menciptakan perdamaian. Potensi tersebut hanya dapat dimiliki oleh perempuan yang telah bangkit dalam kesadaran yang kritis dan positif. Peran tokoh perempuan dalam Alkitab dapat menjadi sumber inspirasi untuk perempuan dapat menjadi agen perdamaian tanpa melawan kekerasan dengan kekerasan.