The Marginalised God: Teopoetika, Jalan Mistik, dan Seksualitas Pasca Tuhan
DOI :
https://doi.org/10.21460/aradha.2025.52.1517Mots-clés :
theopoetics, God After God, Unio Mystica, mysticism, sexuality, nothingness, spirituality, teopoetika, Tuhan Pasca Tuhan, mistik, seksualitas, kehampaan, spiritualitasRésumé
Abstract
This article explores the concept of a marginalised God in the context of modernity and postmodernity, where secularization is understood not as the erasure of religion but as a transformation of humanity’s relationship with the Divine. Through a transdisciplinary approach integrating theopoetics, mystical paths, and sexuality, the text critically reflects on reconstructing spirituality amid technological dominance and data-driven logic. Theopoetics reimagines God not as an absolute entity but as an “event” manifest in everyday experiences, while Meister Eckhart’s mysticism emphasizes union with God (Unio Mystica) through ego dissolution and contemplative silence. The body and sexuality are positioned as mediums of transcendence, overcoming spirit-matter dualism, and fostering spiritual inclusivity amid diverse gender identities and sexual orientations. Challenges faced by Generation Z and Alpha in the digital age, such as alienation and existential void, are addressed through anatheism, which embraces doubt and cross-boundary dialogue. The document concludes that future spirituality must be inclusive, dialogical, and rooted in unconditional love, where God is present not through dogma but in grounded human relations. Principles like respect, compassion, sensitivity, and intimacy serve as pillars for building new spiritual spaces in the digital world.
Abstrak
Artikel ini mengeksplorasi konsep Tuhan yang termarginalkan dalam konteks modernitas dan postmodernitas, di mana sekularisasi dipahami bukan sebagai penghapusan agama melainkan sebagai transformasi relasi manusia dengan Yang Ilahi. Melalui pendekatan transdisipliner yang mengintegrasikan teopoetika, jalur-jalur mistik, dan seksualitas, teks ini merefleksikan secara kritis upaya rekonstruksi spiritualitas di tengah dominasi teknologi dan logika berbasis data. Teopoetika menghadirkan ulang Tuhan bukan sebagai entitas absolut melainkan sebagai
sebuah “peristiwa” (event) yang termanifestasi dalam pengalaman sehari-hari. Sementara itu, mistisisme Meister Eckhart menekankan penyatuan dengan Tuhan (Unio Mystica) melalui pelenyapan ego dan kesunyian kontemplatif. Tubuh dan seksualitas diposisikan sebagai medium transendensi, mengatasi dualisme spirit-materi, serta memupuk inklusivitas spiritual di tengah beragam identitas gender dan orientasi seksual. Tantangan yang dihadapi Generasi Z dan Alpha di era digital—seperti alienasi dan kehampaan eksistensial, yang merangkul keraguan dan dialog lintas-batas. Dokumen ini menyimpulkan bahwa spiritualitas masa depan harus bersifat inklusif, dialogis, dan berakar pada cinta tanpa syarat, di mana Tuhan hadir bukan melalui dogma melainkan dalam relasi manusia yang membumi. Prinsip-prinsip seperti rasa hormat, welas asih, kepekaan, dan keintiman berfungsi sebagai pilar untuk membangun ruang-ruang spiritual baru di dunia digital.