The Ancestors in the Religion of Ancient Israel and in Christian Theology. A Contribution to the Intercultural Reading of the Bible
Keywords:
Ibadat kepada nenek moyang, Penghormatan kepada nenek moyang, Makam-makam Ugarit, Makna Qatna, Nenek moyang sebagai “hidden heritage” dari Israel KunoAbstract
Pemikiran Klaas Spronk dipicu oleh saran Mery Kolimon dalam disertasinya[1] yang menganjurkan pemikiran kembali mengenai hubungan budaya Meto dari Timor dengan tradisi Kristen, khususnya pemahaman positif dari budaya tersebut terhadap nenek moyang (the ancestors). Sejak zaman missionaris, para nenek moyang dianggap negatif, dan penghormatan terhadap mereka dianggap bertentangan dengan iman terhadap Tuhan Yesus Kristus. Namun bagaimana kalau Yesus dianggap sebagai salah satu dari nenek moyang[2]. Saran Mery Kolimon tetap ditolak oleh sebagian dari pengujinya pada sidang promosinya, karena “Penghormatan atau ibadah terhadap nenek moyang tidak ada di dalam Alkitab”. Menurut Spronk, di dalam budaya religius di sekitar Israel Kuno ada penghormatan terhadap nenek-moyang, seperti dapat dilihat dalam pengalian kubur-kubur kuno di sekitar Syria dan Libanon, di lingkungan budaya Ugarit. Di Perjanjian Lama terdapat teks-teks yang mengecam ibadah terhadap nenek moyang, namun demikian sebuah perspektif berdasarkan konteks Ugarit dapat menyajikan kepada pembaca makna kisah Elia dan Elisa (dari I Raja 17 ff) sebagai kisah nenek moyang yang tetap menjaga umat Israel, kendatipun sudah meninggal.[1] A Theology of Empowerment: Reflections from a West Timorese Feminist Perspective: LIT, Zürich-Berlin, 2008.
[2] Lih. Kolimon, op.cit., 224-225.
Downloads
Download data is not yet available.