Spiritualitas Rasul Paulus
Keywords:
Paul, spirituality, transformation, Paulus, spiritualitas, transformasiAbstract
Lord Jesus Christ is his spirituality. Considering, however, that he experienced personal transformation of life resulting from his encounter with the Risen Lord, his spirituality cannot rightly be perceived unless we consider seriously his two phases of life: his life before he encountered the Risen Lord and his life after that event.Before encountering the Risen Lord on his way to Damascus, Paul’s spirituality was rooted in his zealousness to conduct his whole life strictly according to the demands of the Law, concerning which he was so proud to be blameless. After encountering the Risen Lord, however, his spiritualityis anchored in his belief that Jesus is indeed the Son of God who exercised the saving activity of God in the World. Consequently, his entire life as an apostle is wholly dedicated to please the Lord by faithfully doing his ministry on behalf of Christ. Hence his ministerial motto is: “For me to live is Christ, and to die is gain.”
Abstrak
Salah satu faktor penting dan menentukan dari kehidupan Paulus sebagai rasul Tuhan Yesus Kristus ialah “spiritualitasnya”. Namun dengan mempertimbangkan kenyataan bahwa Rasul Paulus telah mengalami transformasi kehidupan sebagai akibat dari perjumpaannya dengan Kristus yang telah bangkit, maka spiritualitasnya tentu tidak akan pernah dapat dipahami dalam arti yang sesungguhnya, kecuali kita mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh dua fase kehidupannya, yakni: kehidupanny asebelum ia berjumpa dengan Tuhan yang telah bangkit dan kehidupannya setelah peristiwa tersebut.
Sebelum berjumpa dengan Tuhan Yesus yang telah bangkit dalam perjalanannya menuju ke Damaskus, spiritualitas Rasul Paulus berakar pada kecemburuannya untuk menjalani seluruh kehidupannya benar-benar seturut dengan tuntutan hukum Taurat. Dalam hal ini ia sendiri menyatakan kebanggaan dirinya sebagai orang yang tidak bercacat cela. Namun, setelah berjumpa dengan Tuhan Yesus yang telah bangkit, spiritualitasnya berakar pada kepercayaannya bahwa Yesus sungguh-sungguh Anak Allah yang melaksanakan karya penyelamatan-Nya di dunia ini. Konsekuensinya, keseluruhan hidupnya selaku rasul Yesus Kristus seutuhnya dipersembahkan semata-mata untuk menyukacitakan hati Tuhan dengan cara setia penuh menjalankan pelayanannya atas nama Kristus. Dari sinilah mengalir motto pelayanannya yang berbunyi: “Bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan.”