Ketika Aku dan Kamu Menjadi Kita: Dialog Misi Penginjilan Kristen dengan Dakwah Islam Menggunakan Pendekatan Teologi Interkultural dalam Konteks Indonesia

Authors

  • Daniel Syafaat Siahaan Gereja Ketulusan Hati Indonesia Medan

DOI:

https://doi.org/10.21460/gema.2017.21.280

Keywords:

Misi, Penginjilan, Dakwah, Kristenisasi, Islamisasi, Teologi Interkultural, Evangelism, Da’wah, Christianization, Islamization, Intercultural Theology

Abstract

Abstract


Evangelism and da'wah are two obligations or responsibilities of people, Christians and muslims. I wonder how long these two religions involved in a "cold war" or even a real war, because of arrogant fundamentalist notion. Arrogant because with full consciousness has monopolized the truth, and act like they own the only true God. God has been reduced to their own and considers others deify the wrong god. As a result, the shape of evangelism is not far from the impression of christianization, and the form of da'wah not far from the impression of islamization. Whereas, we find the plural phenomenon in Indonesia. In fact, with the philosophy of Bhinneka Tunggal Ika, Indonesian society should be able to appreciate and preserve otherness in harmony better. But reality says different. Christianization and islamization, plural occurs. Intention to write this article, arose from this concern. How evangelism and da'wah should be done in the context of the plurality of Indonesia, so in the end, You and I become Us.

 

Abstrak


Misi penginjilan dan dakwah merupakan dua kewajiban atau tanggung jawab umat Kristen dan Islam. Entah telah berapa lama dua agama ini terlibat "perang dingin" atau malah perang nyata, dikarenakan pemahaman fundamentalis yang arogan. Arogan karena dengan kesadaran penuh telah memonopoli kebenaran dan bertindak seolah Tuhan yang benar hanyalah miliknya. Tuhan telah direduksi menjadi miliknya sendiri dan menganggap orang lain telah mempertuhankan tuhan yang salah. Alhasil, bentuk misi penginjilan tak jauh dari kesan kristenisasi, dan bentuk dakwah tak jauh dari kesan islamisasi. Fenomena demikian jamak kita temukan di Indonesia. Padahal, dengan falsafah Bhinneka Tunggal Ika, harusnya masyarakat Indonesia lebih mampu menghargai keberbedaan dan melestarikannya dalam harmoni. Tetapi, sering kenyataan berkata lain, kristenisasi dan islamisasi, jamak terjadi. Dalam keprihatinan demikianlah lahir niatan untuk menulis artikel ini. Bagaimana misi penginjilan dan dakwah harusnya dilakukan dalam konteks plural Indonesia, sehingga pada akhirnya, aku dan kamu bisa menjadi kita.

Downloads

Download data is not yet available.

Downloads

Published

28-04-2017